Executive Functioning

Rhenald Kasali

BANYAK pertanyaan mengenai executive function yang sempat saya sebutkan dalam kolom pekan lalu (Dul). Karena itu, izinkan saya mengupas lebih dalam apa yang dimaksud.

Tentu saja Anda bisa me-reform sistem pendidikan kita sedari dini, karena praktik menerapkan metode ini sudah ada di beberapa sekolah. Intinya adalah bagaimana membentuk fondasi anak-anak kita. Fondasi itu harus cukup kuat, tahan gempa dan guncangan, yang kelak bisa melahirkan generasi emas yang produktif dan sukses.

Executive function melatih anak-anak fokus, mampu mengontrol diri, berpikir logis, tahan uji, dengan kelenturan-kelenturan tertentu.

Jangan lupa, anak-anak kita sejak lahir sudah hidup dalam peradaban sibuk yang membuat mereka sulit fokus, menerima begitu banyak pesan dengan level kompetisi yang jauh lebih berat daripada kita. Pendidikan pada dasarnya bukanlah menjajarkan “what to think” (seperti huruf, rumus, dan angka), melainkan “how to think”.

Abad distraction
Kasihanilah anak-anak kita! Itu barangkali pesan penting dari kolom ini. Ya, kita sering mengatakan anak-anak perlu pendidikan yang baik, tetapi fondasi dasarnya kita abaikan. Kita beri mereka pengetahuan, bahkan pelatihan-pelatihan dan kesenangan-kesenangan (musik, games, jalan-jalan, dan seterusnya), tetapi kita tidak cukup mengajarkan bagaimana kelak mereka memakai pengetahuan dan keterampilan itu.

Kita menyatakan orangtua yang bercerai adalah sudah menjadi biasa di abad ini dan anak-anak bisa menerimanya. Tetapi tahukah Anda, kejadian itu bisa saja membuat anak-anak menjadi sulit fokus? Ayah dan ibu masing-masing memberi perintah yang tak terkoordinasi, bahkan bertentangan. Sama bertentangannya antara babysitter dengan ibunda, atau ibunda dengan eyang putri.

Belum lagi bila hari-hari kosongnya ia menerima “pesan moral” yang lain lagi isinya dari guru mengaji, sosial media, televisi, guru les, dan seterusnya. Anak-anak sulit fokus. Apalagi bila sekolah hanya sibuk mengejar kurikulum, menyelesaikan paket buku, dan hanya mengacu kecerdasan seperti sebuah standar: umur kronologis.

Sementara orangtua terperangkap hanya dengan urusan “nilai” yang berhasil dicapai anak-anaknya, agar jangan malu dengan ibu-ibu yang biasa menjemput di sekolah, yang juga hanya fokus pada rapor anak-anaknya. Anak-anak itu perlu diperkuat executive function-nya, agar mereka bisa mencapai mimpi-mimpi indah mereka.

Mungkin kita mulai dulu dengan mengisi titik-titik berikut ini (dan kirimkan ke Twitter saya dengan hastag: #anakita): Bila mereka dewasa, aku ingin anakku … ………………………. (silakan isi sendiri). Dari sana, Anda tentu dapat menerangkannya, bukan sekadar pengetahuan atau keterampilan teknis, melainkan apa-apa yang dibutuhkan untuk memperkuat anak.

Apakah mereka akan berhasil kalau pikirannya tidak bisa fokus, cepat menyerah, sulit mengendalikan diri? Bisakah anak-anak cerdas berhasil kalau mereka tak mampu membuat rencana atau mengeksekusinya? Bisakah mereka berhasil kalau selalu spontan saja berucap? Bagaimana bila mereka terlalu dogmatic dan kabur dalam berpikir?

 

Selanjutnya…

Tinggalkan komentar